Pages

Sabtu, 14 April 2012

PEREMPUAN BERKEBAYA BUNGA



Oleh; R.Yulia

Dimuat Hr. Padang Ekspress, 30 Juli 2011

Perempuan berkebaya bunga itu duduk merenung di tepi jendela dapur. Jendela yang tak lagi jelas rupa warnanya. Berselimut debu hitam dan daki lemak masakan. Tangan kanannya menggenggam spatula, yang sesekali mencecah isi belanga. Membentuk pusaran tanpa riak, meski sarat dengan liuk aroma yang menggugah selera.

WAJAH-WAJAH DALAM INGATAN


Oleh; R.Yulia


Dimuat Hr. Haluan, 30 Juli 2011

Mereka kembali berbisik-bisik. Di sudut. Menjauhkanku lewat tatapan setajam clurit –seakan memberi ancaman tentang harga mahal yang harus kubayar jika coba menguping atau memperpendek jarak terhadap mereka-, lipatan dahi dan tarikan garis mengetat pada bibir. Aku berpaling. Tak hendak mencuri lihat, mencuri dengar atau bahkan mencuri hati.

SESAL


Oleh; R.Yulia


Dimuat Hr.Singgalang, 03 Juli 2011

Perempuan tua bermata sayu, duduk termangu di tepi jendela. Kelopak matanya terlihat lelah menaungi pandangan jauh yang lamur, berselimut awan katarak. Entah berapa ribu menit yang telah dihabiskan perempuan tua itu di sana. Ia hanya beranjak saat seorang gadis tanggung berwajah selusuh kebayanya, menghampiri dengan sepiring makanan. Dua kali dalam sehari. Tidak. Bukan hanya itu. Ia juga beranjak lima kali dalam sehari. Selepas adzan berkumandang dari mesjid di tepi danau. Juga beberapa saat tak beraturan dan sangat berjarak, untuk panggilan ke kamar mandi. Sudah. Itu saja. Dan selanjutnya, ia menikmati waktu yang menebal dan menipis dari tepi jendela itu.

PETRUS


Oleh; R.Yulia


Dimuat Hr. Global, Mei 2011

Lorong-lorong panjang. Peluh yang mengucur bak air pancuran. Langkah-langkah yang saling beradu cepat. Debur jantung. Detak detik yang memekakkan telinga. Dan..., DHUAAR!! Letusan.
Letusan…letusan itu! Sepasang mata Ayin yang sejak tadi bergerak liar dalam katupannya, sontak membelalak. Degup jantungnya menggedor keras rongga dada, berontak tak sabaran seakan ingin mencelat dari tempatnya. Membebaskan diri dari cengkraman ketakutan yang panjang, yang mencekiknya lewat jari-jari berkuku tajam tak terlihat. Ayin mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba mengatur nafasnya yang tersengal. Dalam keremangan, Ayin menangkap keganjilan itu. Mimpi-mimpi yang menggerus ketakwarasan. Ya, ia mulai merasa sedikit tak waras sejak seminggu belakangan. Tepatnya sejak ibu berhasil membujuknya untuk tidur terpisah di kamar depan.

Sabtu, 07 April 2012

MENUNGGU IBU


Oleh; R.Yulia

Dimuat di Harian Global, 080111


Mimpiku masih sesempurna dua jam yang lalu. Penuh dengan gradasi warna. Merah, putih, kuning, hijau, ungu, biru dan sebagainya. Namun, lambat-laun gradasi itu berbaur menjadi kesatuan warna yang menyilaukan, menyakitkan. Membuka paksa kelopak mata. Semakin lebar dan mendapati segalanya serba asing. Tak kukenali sama sekali. Dunia apa ini? Apakah aku terlahir kembali setelah perjalanan menyakitkan lima hari yang lalu? Perjalanan yang membawaku keluar dari kegelapan yang nyaman selama sembilan bulan, menuju ruang yang terang-benderang. Hingar-bingar. Lalu, setelah terbiasa dalam seratus dua puluh jam, mengapa dunia yang kuhadapi kini menjadi lebih dingin dan mencekam? Juga gulita?

GOSIP


dimuat di hr. SINDO, 11 Juli 2010
Gosip itu laksana meteor. Kecepatan dan daya jelajahnya tak pernah bisa tertandingi. Juga tak dapat dikejar, apalagi dibungkam. Terornya bahkan menjelajah hingga ke sudut-sudut mimpi yang berkarat. Dan bila tak mampu menerimanya, kau akan tumbang ke ngarai terdalam. Sebuah liang telah membuka hatinya untuk melumat remah-remahmu. Tanpa sempat lagi mengirim sinyal bantuan. Apalagi mengucapkan sepatah wasiat. Dan riwayat terkubur di bawah rerumputan. Menyedihkan!