dimuat Mj Bobo, 23 Februari 2012
Tiara bangun kesiangan. Matahari mulai meninggi. Cahayanya yang
hangat telah menerpa seluruh tubuh Tiara. Ia menggeliat malas dan
perlahan-lahan membuka mata. Beberapa kali matanya mengerjap,
menghalau silau cahaya matahari. Ugh.., pasti tidurnya nyenyak sekali
malam tadi. Ia bahkan tak ingat, mimpi apa yang dialaminya sehingga
bisa bangun sesiang ini. Yang jelas, itu pasti mimpi indah!
Tiara bangkit dari ranjangnya yang empuk. Keysha telah membelikannya
sebuah ranjang empuk di toko perlengkapan hewan seminggu yang lalu.
Jadi, ia tak perlu tidur di kotak lagi. Sayang, Mama Keysha melarang
gadis kecil itu untuk menempatkan Tiara di kamarnya. Alasannya, takut
Tiara buang kotoran seenaknya.
Dengan gontai Tiara melangkah menuju dapur.
Makanan dan minumannya telah tersedia di sana. Ia menghabiskan
semuanya dengan lahap. Bangun kesiangan telah membuat perutnya
benar-benar lapaaarrr. Setelah makan, berjemur dan membersihkan
bulu-bulunya, tiba-tiba saja Tiara merasa bosan. Ia ingin
berjalan-jalan ke luar rumah. Menjadi satu-satunya kucing di rumah
Keysha, kerap kali membuatnya bosan. Meskipun Keysha sangat
menyayangi dan memanjakannya. Seandainya Keysha membawakan seekor
kucing lagi untuk menjadi temannya, tentu ia takkan merasa sebosan
ini.
Tiara berjalan mendekati pagar yang sedikit terbuka. Ia menoleh ke
kiri dan kanan. Tak ada seorang pun yang dilihatnya. Mbok Nah pasti
sedang sibuk di dapur. Sementara Pak Min masih menunggui Papa Keysha
di kantor. Dengan cepat Tiara menyelinap keluar. Ia tersenyum bangga
karena berhasil keluar rumah tanpa ketahuan.
Setelah berjalan melalui dua belokan, Tiara tiba di depan sebuah
rumah besar. Tepat di pintu pagarnya, seekor kucing cantik berwarna
putih tengah memandangnya dengan senyum. Aih, dia cantik sekali,
decak Tiara sedikit iri. Tapi bukan kecantikannya saja yang membuat
Tiara iri. Sebuah kalung mungil dengan liontin dua kupu-kupu kuning
yang mengapit sebuah nama singkat, membuatnya tertarik.
“Hai,” sapa Tiara dengan ramah. Kucing putih itu tersenyum dan
mengangguk.
“Namaku Tiara. Kamu?”
“Aku Chacha. Kamu tinggal dimana? Sepertinya
baru kali ini aku melihatmu.” Chacha mencondongkan tubuhnya ke besi
pagar. Sebenarnya pagar itu sedikit terbuka. Tiara heran melihat
Chacha yang tak ingin keluar.
“Eh.., iya. Aku tidak tinggal di sini. Lagipula aku tak pernah
keluar rumah selama ini..” Sahutnya sedikit malu.
“Aku juga tak pernah keluar jauh. Hanya sampai pagar ini saja. Aku
tak ingin Dena cemas mencariku..” Tiara manggut-manggut. Ia tak
terlalu memperdulikan kata-kata Chacha. Perhatiannya tertuju pada
kalung di leher kucing putih itu.
“Kalungmu cantik.” Tiara tak sanggup menahan
kekagumannya lebih lama. Chacha tersenyum.
“Oh.., ini.” Chacha menyentuh kalungnya. “Sebenarnya aku tak
begitu menyukainya. Dena yang membelikan.” Tiara mengerutkan
kening. Chacha tidak menyukai kalungnya? Kalung secantik itu? Aneh
sekali…
“Aku justru menyukai kalungmu. Berbentuk mahkota. Seperti kucing
kerajaan saja.” Tiara ternganga. Apa? Chacha menyukai kalungnya?
Astaga, benarkah? Sebuah ide melintas di benak Tiara.
“Bagaimana kalau kita bertukar kalung saja?
Setidaknya untuk beberapa hari. Aku akan mengembalikannya lagi
padamu.” Sepasang mata Chacha berbinar mendengar usul Tiara.
“Benarkah? Kamu sungguh-sungguh menyukai kalungku?” Tiara
mengangguk
“Kalau begitu, ambil saja kalung ini untukmu.
Kurasa Dena takkan marah. Ia pasti mengira kalungku ditukar anak-anak
pemilik kucing di sekitar sini.” Tiara membelalak. Ya ampuuun,
Chacha memberikan kalung itu untuknya? Benar-benar hari yang indah!
Bangun kesiangan ternyata tak berarti kesialan kok, simpulnya dalam
hati.
Tak lama kemudian, di leher Tiara telah melingkar seuntai kalung
berliontin dua kupu-kupu yang mengapit nama Chacha. Ah, ia tak
perduli dengan nama itu. Yang penting dua kupu-kupu itu sangat
cantik. Belum lagi huruf beraneka warna. Meskipun itu bukan namanya!
Dengan girang Tiara melanjutkan acara jalan-jalannya. Kalung di
lehernya berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Tak terasa, hari
semakin siang. Sinar matahari yang panas membuat Tiara lelah. Ia
duduk di bawah sebuah pohon besar dekat tong sampah.
Tak berapa lama, sebuah mobil truk berwarna kunig
dekil yang mengangkut timbunan sampah di bak belakangnya, berhenti
tepat di dekat Tiara. Seseorang turun dan mengambil tong sampah. Ia
melemparkannya ke seseorang lain yang berada di atas bak truk.
Beberapa sampah beterbangan ke arah Tiara. Tiara mengibaskan
tubuhnya. Sial, tak berapa lama sebuah kaleng minuman menimpa
kepalanya dan memuncratkan isinya yang bau ke tubuh Tiara. Tiara
mengibaskan tubuhnya dengan kesal. Ia berlalu dari tempat itu dan
berlari menuju rumah. Sayang, karena berjalan terlampau jauh dari
rumah, Tiara tak dapat menemukan jalan pulang.
Namun, tak lama kemudian, matanya mendapati dua sosok anak perempuan
berseragam sekolah yang berjalan tergesa di depannya. Ia mengenali
salah satunya. Itu Keysha. Tiara mengejar keduanya. Ia
mengeong-ngeong di sela nafasnya yang terengah-engah. Keysha sempat
menoleh. Tapi hanya sebentar. Ia tak memperdulikan Tiara yang
mengeong-ngeong di sela kakinya.
“Key, bukannya ini kucingmu?” Celetuk teman Keysha. Keysha
menggeleng.
“Bukan ah. Memang sama-sama belang tiga. Tapi Tiara kan bersih dan
wangi. Nggak jorok seperti ini. Aku selalu memandikannya. Tiara juga
tak pernah keluar rumah. Lagipula, kalung Tiara bukan seperti itu.
Lihat, namanya Chacha. Kalung Tiara berbentuk tiara atau mahkota,
sama dengan namanya.” Sanggah Keysha.
Tiara berusaha meyakinkan Keysha kalau ia memang
Tiara, kucing Keysha. Ia terus mengeong-ngeong. Tapi gadis itu malah
mempercepat langkahnya. Tak ada yang dapat dilakukan Tiara selain
mengikuti Keysha hingga ke rumah. Namun, gadis kecil itu tak
memperkenankannya masuk rumah.
“Hush…hush…jangan masuk. Pulanglah ke rumahmu. Nanti pemilikmu
bingung. Hush…”
Dengan sedih, Tiara duduk di depan pagar rumah Keysha. Ia menyesal
telah menukar kalungnya. Memintanya kembali dengan Chacha juga tak
mungkin. Bukankah Chacha menyukai kalungnya?
Hingga malam tiba, Tiara masih duduk di depan pagar. Perutnya lapar.
Ia juga kedinginan. Ia merindukan tempat makanan dan ranjang
hangatnya. Beberapa kali telinganya mendengar Keysha memanggil
namanya. Yang bisa diharapkannya kini hanya satu, Keysha cepat
menyadari bahwa kucing di depan pagar rumahnya yang tengah menggigil
kedinginan adalah Tiara, kucing kesayangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar