Pages

Selasa, 01 Oktober 2013

KALUNG TIARA


dimuat Mj Bobo, 23 Februari 2012


Tiara bangun kesiangan. Matahari mulai meninggi. Cahayanya yang hangat telah menerpa seluruh tubuh Tiara. Ia menggeliat malas dan perlahan-lahan membuka mata. Beberapa kali matanya mengerjap, menghalau silau cahaya matahari. Ugh.., pasti tidurnya nyenyak sekali malam tadi. Ia bahkan tak ingat, mimpi apa yang dialaminya sehingga bisa bangun sesiang ini. Yang jelas, itu pasti mimpi indah!
Tiara bangkit dari ranjangnya yang empuk. Keysha telah membelikannya sebuah ranjang empuk di toko perlengkapan hewan seminggu yang lalu. Jadi, ia tak perlu tidur di kotak lagi. Sayang, Mama Keysha melarang gadis kecil itu untuk menempatkan Tiara di kamarnya. Alasannya, takut Tiara buang kotoran seenaknya.
Dengan gontai Tiara melangkah menuju dapur. Makanan dan minumannya telah tersedia di sana. Ia menghabiskan semuanya dengan lahap. Bangun kesiangan telah membuat perutnya benar-benar lapaaarrr. Setelah makan, berjemur dan membersihkan bulu-bulunya, tiba-tiba saja Tiara merasa bosan. Ia ingin berjalan-jalan ke luar rumah. Menjadi satu-satunya kucing di rumah Keysha, kerap kali membuatnya bosan. Meskipun Keysha sangat menyayangi dan memanjakannya. Seandainya Keysha membawakan seekor kucing lagi untuk menjadi temannya, tentu ia takkan merasa sebosan ini.

Tiara berjalan mendekati pagar yang sedikit terbuka. Ia menoleh ke kiri dan kanan. Tak ada seorang pun yang dilihatnya. Mbok Nah pasti sedang sibuk di dapur. Sementara Pak Min masih menunggui Papa Keysha di kantor. Dengan cepat Tiara menyelinap keluar. Ia tersenyum bangga karena berhasil keluar rumah tanpa ketahuan.
Setelah berjalan melalui dua belokan, Tiara tiba di depan sebuah rumah besar. Tepat di pintu pagarnya, seekor kucing cantik berwarna putih tengah memandangnya dengan senyum. Aih, dia cantik sekali, decak Tiara sedikit iri. Tapi bukan kecantikannya saja yang membuat Tiara iri. Sebuah kalung mungil dengan liontin dua kupu-kupu kuning yang mengapit sebuah nama singkat, membuatnya tertarik.
“Hai,” sapa Tiara dengan ramah. Kucing putih itu tersenyum dan mengangguk.
“Namaku Tiara. Kamu?”
“Aku Chacha. Kamu tinggal dimana? Sepertinya baru kali ini aku melihatmu.” Chacha mencondongkan tubuhnya ke besi pagar. Sebenarnya pagar itu sedikit terbuka. Tiara heran melihat Chacha yang tak ingin keluar.
“Eh.., iya. Aku tidak tinggal di sini. Lagipula aku tak pernah keluar rumah selama ini..” Sahutnya sedikit malu.
“Aku juga tak pernah keluar jauh. Hanya sampai pagar ini saja. Aku tak ingin Dena cemas mencariku..” Tiara manggut-manggut. Ia tak terlalu memperdulikan kata-kata Chacha. Perhatiannya tertuju pada kalung di leher kucing putih itu.
“Kalungmu cantik.” Tiara tak sanggup menahan kekagumannya lebih lama. Chacha tersenyum.
“Oh.., ini.” Chacha menyentuh kalungnya. “Sebenarnya aku tak begitu menyukainya. Dena yang membelikan.” Tiara mengerutkan kening. Chacha tidak menyukai kalungnya? Kalung secantik itu? Aneh sekali…
“Aku justru menyukai kalungmu. Berbentuk mahkota. Seperti kucing kerajaan saja.” Tiara ternganga. Apa? Chacha menyukai kalungnya? Astaga, benarkah? Sebuah ide melintas di benak Tiara.
“Bagaimana kalau kita bertukar kalung saja? Setidaknya untuk beberapa hari. Aku akan mengembalikannya lagi padamu.” Sepasang mata Chacha berbinar mendengar usul Tiara.
“Benarkah? Kamu sungguh-sungguh menyukai kalungku?” Tiara mengangguk
“Kalau begitu, ambil saja kalung ini untukmu. Kurasa Dena takkan marah. Ia pasti mengira kalungku ditukar anak-anak pemilik kucing di sekitar sini.” Tiara membelalak. Ya ampuuun, Chacha memberikan kalung itu untuknya? Benar-benar hari yang indah! Bangun kesiangan ternyata tak berarti kesialan kok, simpulnya dalam hati.
Tak lama kemudian, di leher Tiara telah melingkar seuntai kalung berliontin dua kupu-kupu yang mengapit nama Chacha. Ah, ia tak perduli dengan nama itu. Yang penting dua kupu-kupu itu sangat cantik. Belum lagi huruf beraneka warna. Meskipun itu bukan namanya!
Dengan girang Tiara melanjutkan acara jalan-jalannya. Kalung di lehernya berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Tak terasa, hari semakin siang. Sinar matahari yang panas membuat Tiara lelah. Ia duduk di bawah sebuah pohon besar dekat tong sampah.
Tak berapa lama, sebuah mobil truk berwarna kunig dekil yang mengangkut timbunan sampah di bak belakangnya, berhenti tepat di dekat Tiara. Seseorang turun dan mengambil tong sampah. Ia melemparkannya ke seseorang lain yang berada di atas bak truk. Beberapa sampah beterbangan ke arah Tiara. Tiara mengibaskan tubuhnya. Sial, tak berapa lama sebuah kaleng minuman menimpa kepalanya dan memuncratkan isinya yang bau ke tubuh Tiara. Tiara mengibaskan tubuhnya dengan kesal. Ia berlalu dari tempat itu dan berlari menuju rumah. Sayang, karena berjalan terlampau jauh dari rumah, Tiara tak dapat menemukan jalan pulang.
Namun, tak lama kemudian, matanya mendapati dua sosok anak perempuan berseragam sekolah yang berjalan tergesa di depannya. Ia mengenali salah satunya. Itu Keysha. Tiara mengejar keduanya. Ia mengeong-ngeong di sela nafasnya yang terengah-engah. Keysha sempat menoleh. Tapi hanya sebentar. Ia tak memperdulikan Tiara yang mengeong-ngeong di sela kakinya.
“Key, bukannya ini kucingmu?” Celetuk teman Keysha. Keysha menggeleng.
“Bukan ah. Memang sama-sama belang tiga. Tapi Tiara kan bersih dan wangi. Nggak jorok seperti ini. Aku selalu memandikannya. Tiara juga tak pernah keluar rumah. Lagipula, kalung Tiara bukan seperti itu. Lihat, namanya Chacha. Kalung Tiara berbentuk tiara atau mahkota, sama dengan namanya.” Sanggah Keysha.
Tiara berusaha meyakinkan Keysha kalau ia memang Tiara, kucing Keysha. Ia terus mengeong-ngeong. Tapi gadis itu malah mempercepat langkahnya. Tak ada yang dapat dilakukan Tiara selain mengikuti Keysha hingga ke rumah. Namun, gadis kecil itu tak memperkenankannya masuk rumah.
“Hush…hush…jangan masuk. Pulanglah ke rumahmu. Nanti pemilikmu bingung. Hush…”
Dengan sedih, Tiara duduk di depan pagar rumah Keysha. Ia menyesal telah menukar kalungnya. Memintanya kembali dengan Chacha juga tak mungkin. Bukankah Chacha menyukai kalungnya?
Hingga malam tiba, Tiara masih duduk di depan pagar. Perutnya lapar. Ia juga kedinginan. Ia merindukan tempat makanan dan ranjang hangatnya. Beberapa kali telinganya mendengar Keysha memanggil namanya. Yang bisa diharapkannya kini hanya satu, Keysha cepat menyadari bahwa kucing di depan pagar rumahnya yang tengah menggigil kedinginan adalah Tiara, kucing kesayangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar