Pages

Sabtu, 13 Maret 2010

GEMPA, CERPEN DAN DEGUP JANTUNG oleh R.Yulia


Berdiam di sebuah kawasan rawan gempa seperti Sumatera Barat, tentu membutuhkan kekuatan mental dan jantung, yang melebihi orang-orang yang tak berada di area tersebut. Gempa hadir setiap saat, tak kenal waktu, tak kenal libur. Juga tak memiliki jadwal tetap. Kapan saja bisa datang. Menyentak dan membuat jantung berdegup dengan kecepatan maksimum. Seperti gempa besar 7,6 SR yang terjadi 30 September 2009 lalu, benar-benar mampu membuatku 'terbang' dari duduk dan menghambur keluar rumah. Kalau diingat-ingat, mungkin saat itu aku dapat diibaratkan elang yang melesat laksana kilat setelah sebelumnya menyambar anaknya yang tak paham bahaya. Bahkan jantungku pun ikut 'terbang', diikuti tubuh yang menggeletar. Saat itu hanya satu kata, pasrah dan ikhlas. Lalu setelah tenang selama lima bulan, tadi malam (120310) 'terapi kejut' itu kembali datang. Tepatnya pukul 00.17 WIB. Entahlah kalau jam di rumah terlambat ataupun cepat. Hanya beberapa menit setelah memasuki peraduan mimpi, gempa menyentak. Saat terjaga, yang dilakukan adalah reflek ritual gempa. Lompat dari ranjang, meraih anak-anak dan keluar rumah secepatnya. Lalu mematung, merasakan apakah masih ada getaran yang tersisa. Meramal, apakah telah aman untuk kembali ke rumah. Dan menentramkan degup jantung, irama nafas dan geletar tubuh. Lalu merengkuh anak-anak untuk memastikan, tak ada lagi bahaya di depan mereka. Meski sifatnya sementara. Ritual berikutnya, kembali ke rumah dan mencoba menghapus bayang-bayang malapetaka. Menyerahkan urusan selanjutnya pada Yang Kuasa, meskipun itu tak berarti berani membiarkan pintu dalam kondisi terkunci.. Dan tidur pun tak lagi berbuah mimpi. Status siaga dan waspada..(halah!) Paginya terjaga dengan sedikit kantuk menggantungi mata, mendengarkan tetangga kiri kanan berceloteh tentang 'mencekamnya' suasana tadi malam. Tak bernafsu menambahkan. Hanya senyum dan angguk untuk mengiyakan. Mulai membuka pintu ke dunia maya, menjelajah satu-persatu alamat yang tertera di kepala. Dan kado itu disuguhkan untukku. Cerpenku dimuat di salah satu surat kabar. Wuaahh...., darahku mendesirkan kebahagiaan. Degup jantungku menyiratkan lonjak kegirangan. Aih..., sebuah sensasi yang nikmat untuk dirasakan. Dan itu memacuku untuk kembali menelurkan tulisan. Gempa dan Cerpen, hmm.... Kiranya kedua hal itu mengalirkan dentum dan riak jantung yang nyaris senada. Meski beda warna dan muaranya... Salam,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar