Dimuat Mj. Bobo, 29 Juli 2010
Oleh; R.Yulia
Tanti mengaduk-aduk isi tasnya dengan kesal. Ia kehilangan pensil
Barbie yang baru kemarin dibeli. Itu sangat menyebalkan. Terlebih
dalam satu minggu ini ia telah kehilangan banyak barang. Mulai dari
penghapus, peraut, pena, gantungan kunci dan pin. Menyebalkan!
Padahal kesemuanya adalah benda kesayangan Tanti. Ia memilihnya
dengan sangat cermat di toko. Dan semua benda itu hilang hanya dalam
waktu dua hari setelah dibeli!
Tanti tak juga menemukan barang-barangnya. Padahal, ia telah
menggeledah lemari dan laci meja belajarnya. Huh, ini tak bisa
dibiarkan berlama-lama. Ia harus mencari tahu siapa yang telah
mencuri barang-barangnya. Kalau tidak, maka akan lebih banyak lagi
barang yang hilang. Tapi bagaimana caranya? Tanti berfikir keras.
Sesaat kemudian wajahnya menjadi cerah. Senyumnya merekah. Akhirnya
ia menemukan caranya! Ia akan mengintip gerak-gerik pencuri itu.
Tanti yakin, pencurinya adalah salah seorang dari teman sekolahnya.
Dan ia akan memulai aksi pengintipan itu esok hari, saat jam
istirahat. Karena biasanya di jam itulah Tanti meninggalkan tasnya.
Esok harinya, saat jam istirahat tiba, Tanti cepat-cepat pergi
meninggalkan kelas. Ia memutar ke belakang kelas. Ia mengambil bangku
taman, menggesernya ke dinding dan naik ke atasnya. Kini ia dapat
mengawasi seluruh isi kelas dari jendela yang terbuka. Tanti
berhati-hati sekali agar tak sampai terlihat teman-temannya yang
keluar masuk kelas. Ia menunggu dengan sabar. Namun, sampai bel masuk
berdentang, Tanti tak melihat seorangpun temannya yang mendekati
mejanya. Apalagi membuka tasnya. Ah..Tanti mendesah kecewa.
Tapi Tanti tak mau buru-buru menyerah. Ia masih terus melanjutkan
pengintipannya selama 3 hari berturut-turut. Tetap saja nihil. Tak
seorang pun temannya yang menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.
Setelah menginjak hari keempat dan menemukan pelakunya, Tanti
menyerah. Sudahlah, kalau begitu tak ada yang bisa dilakukannya
selain menjaga barang-barang miliknya dengan lebih ketat lagi.
Tanti mengadukan hal itu pada Mamanya, ketika tengah menonton
televisi di ruang tengah.
“Barangkali Tanti yang lupa meletakkannya dimana. Bisa saja
barang-barang itu bukan ada di tas,” kata Mama.
“Tak ada di tas? Nggak mungkin, Ma. Tanti tak pernah
meninggalkannya dimana-mana. Sejak dibeli Tanti selalu meletakkannya
di tas. Pasti ada yang iri atau yang ingin memiliki barang-barang
Tanti,” cetus Tanti berkeras. Mama tersenyum.
“Tanti, jangan sembarangan menuduh orang lain tanpa bukti. Tak
baik. Ya sudah, beli saja lagi yang baru. Simpan dan jaga dengan
lebih baik lagi. Agar tak tercecer.” Tanti cemberut mendengar
kata-kata Mamanya. Huh, tunggu sampai aku berhasil menangkap
pencurinya! Biar Mama percaya. Tanti menggerutu dalam hati.
Bel tanda berakhirnya pelajaran berdentang. Seluruh penghuni kelas,
termasuk Tanti, bersorak menyambutnya.
“Tanti, ke kantin dulu yuk,” ajak Sheila, teman sebangku Tanti.
Tanti mengangguk. Selama beberapa hari ini ia tak pernah menginjakkan
kaki di kantin dan menikmati bubur kacang hijau Bu Siti yang super
lezat.
“Bu Siti…” sapanya begitu melihat ibu gendut pemilik kantin.
“Eh Tanti, sudah lama nggak kelihatan. Kemana saja?” jawab Bu
Siti dengan ramah. Bu Siti memang akrab dengan seluruh siswa di
sekolah Tanti.
“Di kelas, Bu. Tanti ingin menangkap pencuri. Tapi belum
dapat-dapat,” curhat Tanti. Sheila terkikik geli. Tanti sudah
menceritakan hal itu padanya.
“Pencuri? Pencuri apa?” tanya Bu Siti penuh minat.
“Tuyul, Bu,” timpal Sheila. Tanti kontan melotot ke arahnya.
Sheila cepat-cepat menutup mulutnya dengan telapak tangan,
menyembunyikan tawa.
“Huss, kok tuyul sih.? Enggak, Bu. Yang betul pencuri barang-barang
Tanti. Sudah seminggu ini Tanti kehilangan barang-barang, seperti
pensil, peraut, pena dan barang-barang kecil lainnya. Mana masih baru
lagi..”
“Sejak seminggu ini? Mmm…, jangan-jangan…” Bu Siti terlihat
misterius.
“Jangan-jangan apa, Bu?” sela Tanti tak sabaran.
“Jangan-jangan ada tuyul,” sambar Sheila sambil terkikik geli.
“Bukan, bukan tuyul. Tunggu sebentar, ya?” Bu Siti cepat-cepat
menuju ke meja berlaci di sudut kantin. Ia membuka laci dan mengambil
sesuatu dari sana. Tanti mengamatinya dengan rasa ingin tahu yang
besar.
Tak lama Bu Siti kembali lagi ke tempat Tanti dan Sheila berdiri. Di
tangannya tergenggam beberapa barang. Mata Tanti seketika membulat
saat mengenali barang-barang yang ada dalam genggaman Bu Siti.
“Lho, itu kan…?”
“Ini barang-barangnya Tanti?” Bu Siti meletakkan semua barang itu
ke atas meja.
“Ya ampun, benar. Ini memang barang-barang Tanti yang hilang. Kok
bisa sama Bu Siti? Siapa yang ngasih? Ada yang jual ya?” Tanti yang
kegirangan tak mampu menahan luapan rasa penasarannya. Ya, ia
bingung, bagaimana caranya barang-barang itu bisa ke tempat Bu Siti?
Bu Siti tersenyum.
“Tak ada yang memberikannya pada Ibu. Ibu mendapatinya saat menyapu
lantai, di bawah kursi. Dan itu terjadi setiap hari selama lima hari
berturut-turut. Ibu tak tahu milik siapa, jadi ibu simpan saja. Mana
tahu suatu saat ada yang menanyakannya,” jelas Bu Siti.
Tanti tertegun. Setiap hari? Berarti setiap dia ke kantin? Ya, dia
memang selalu ke kantin setiap pulang sekolah dan membawa tas. Tapi
bagaimana caranya barang-barang itu keluar dari dalam tas? Padahal
tas selalu terkunci?
“Tas kamu bolong barangkali, Tan,” ujar Sheila.
“Nggak ah. Nggak mungkin.”
“Lha, kalau nggak bolong masa bisa keluar sendiri?”
“Benar, Tanti. Coba saja lihat dulu. Mana tahu ada yang bolong.
Jadi bisa dijahit, biar nggak kececer lagi barangnya,” saran Bu
Siti. Tanti menurut juga akhirnya.
Ia mengeluarkan seluruh isi tasnya dan memeriksa seluruh sisi tasnya.
Dan ia mendapatkan robek lurus yang cukup lumayan pada jahitan tepi
tasnya. Kalau tak diperhatikan, robek itu tak begitu kelihatan.
Karena berada di sepanjang jahitan tepi yang terlepas. Tanti menyesal
sekali telah berprasangka buruk terhadap teman-temannya.
“Terima kasih ya, Bu Siti. Untung Bu Siti menemukan dan menyimpan
barang-barang saya. Kalau tidak, tentu Tanti akan terus menuduh
teman-teman yang mencuri,” kata Tanti penuh penyesalan. Bu Siti
mengangguk dan tersenyum.
“Aku ikut dituduh juga nih kemarin?” tanya Sheila. Tanti
mencibir.
“Ya iyalah. Apalagi kamu, kan paling suka minjemin
barang-barangku..” canda Tanti.
“Iiih, awas ya?” Sheila mengejar Tanti yang sudah berlari
menjauh. Mereka berkejar-kejaran di lapangan sekolah. Lupa dengan
niat semula. Menikmati bubur kacang hijau Bu Siti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar